PRIVATISASI
BUMN DAN OTONOMI
DAERAH
DALAM PEMBANGUNAN
EKONOMI INDONESIA
Oleh :
M.Rizal Alif *)
I.PENDAHULUAN.
I. 1.
Latar belakang.
Privatisasi merupakan gejala yang sedang melanda hampir diseluruh dunia.Bukan hanya dinegara-negara berkembang,
tetapi juga negara-negara maju
Bukan hanya
dikawasan Asia, tetapi juga dikawasan
Afrika, Australia, Amerika dan Eropah. Salah satu pemicunya privatisasi adalah ekonomi yang bertumpu pada kekuatan
pasar (‘market economy”) dan era perdagangan bebas, WTO,AFTA dan APEC.
Arus privatisasi tersebut diatas juga melanda Indonesia. Ada 4
(tiga) hal yang melatar belakangi privatisasi di Indonesia.[1]
- Kondisi keuangan negara/APBN menjadi sulit akibat jatuhnya harga minyak pada tahun 1983.
- Globalisasi, WTO/AFTA dn APEC.
- Meningkatnya harapan masyarakat akan barang dan jasa yang berkwalitas akibat suksesnya pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia.
- Krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, dimana nilai mata uang Dollar AS menjadi Rp 15.000,00 Rupiah.Sehingga berakibat hutangnya SwastA dan Pemerintah menjadi bengkak dan implikasinya terkena kepada APBN-Defisit APBN. Oleh karena itu, Indonesia dipaksakan oleh IMF untuk membuat dan menandatangani “Letter of Intend”, diantaranya kebijkan privatisasi BUMN, guna memperbaiki ekonomi Indonesia yang terpuruk akibat badai krisis moneter tersebut.
Asal
mulanya pelaksanaan privatisasi yang
melanda negara-negara di dunia khususnya negara-negara berkembang tidak
terlepas dari paket kebijaksanan ekonomi yang dikenal dengan kebijakan
konsensus Washington/arah kebijakan neoliberal.Sebagaimana yang dikemukan
Stigliz, kebijakan Washington adalah suatu kebijakan ekonomi yang dirumuskan
oleh dana moneter internasional/IMF dan Departemen Keuangan AS pada tahun 1989
sebagai upaya di dalam meyelamatkan
perekonomian negara dari tekanan defisit anggaran dan ancaman
hiperinflasi.Kebijakan Washington/Neoliberal meliputi kebijakan penghapusan subsidi, pelaksanaan privatisasi dan
pelaksanan liberalisasi sektor keuanagan dan perdagangan[2].
TAP MPR No. IV/MPR/1999-2004 tentang GBHN
telah menetapkan arah kebijakan diantaranya kebijakan hukum, antara lain :
“ Mengembangkan
peraturan perundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam
mengahadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional”
Dalam GBHN ini hukum telah
ditempatkan sebagai sarana bagi pembangunan nasional ( law as a tool of social
engenering ), sebagaimana yang ditemukan oleh .Muchtar Kusumatmadja, yang
diadop beliau dari Rescou Pound[3]
Sehubungan
dengan hal tersebut datas, telah banyak peraturan perundang-undangan yang
lahir, antara lain UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, dimana di dalam Bab VIII
diatur menganai restrukturisasi dn privtisasi BUMN dan UU tentang Otonomi
Daerah yang sedang dalam tahap revisi oleh Pemerintah dan DPR, yang rencananya
akan dikeluarkan Pemerintah sebelum
Pemilu tahun 2004.
Memajukan
kesejahteran bagi seluruh rakyat Indoensia merupakan amanat dari kontitusi UUD
1945, pasal 33 ayat 2 :
“ Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi
nasional disamping, Swasta/PMA/Kopersi/UKM.Dalam sistim perekonomian nsional.
BUMN berperan menghasilkan barang/atau jasa yang diperlukan dalam rangka
mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BUMN juga merupakan salah satu
sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak,
deviden dan hasil privatisasi serta dapat menciptakan banyak lapangan kerja,
dimana menurut ILO hampir 40 juta rakyat Indonesia menganggur karena kehilangan
lapangan kerja/Jobless, guna
memenuhi semangat pasal 27 UUD 1945.
Namun
dalam kenyataannya, dalam mencapai BUMN
sebagai “agent of development” dan pendorng tercipta korporasi memerlukan biaya
yang relatif tinggi. Penyebabnya antara lain, a) Kinerja perusahaan BUMN
dinilai belum memadai, seperti tampak pada rendahnya laba yang diperoleh
dibandingkan modal yang ditanamkan;b) BUMN belum sepenuhnya dapat menyediakan
barang dan jasa yang bermutu tinggi bagi masyarakat dengn harga yang
terjangkau;c) belum mampu berkompetisi dalam persaingan bisnis secara global;d)
keterbatasan sumber daya;e) fungsi BUMN sebagai pelopor/perintis maupun sebagi
penyeimbang swasta ber juga belum sepenuhnya dilaksanakan.;f) perkembangan
ekonomi dunia berlangsung dinamis terutama berkaitan dengan liberalisasi dan
globalisasi perdagangan seperti WTO.AFTA/APEC[4]
Untuk dapat mengoptimlkan perannya
guna mampu mempertahankan kebradaannya
dalam perkembngan ekonomi dunia yang smakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu
menumbuhkan budaya korporasi dan profionalism antar lain mmlalui pmbnahan
pngurusan dan pngawasannya brdasrkan
prinsip-prinsip good corporate governance. Dan guna meningkatkan
efisiensi dan produktivitas BUMN di era globalisasi di dalam kerangka
pembangunan ekonomi Indonesia yang terpuruk akibat badai krisis moneter
berkepanjangan dibandingkankan negara tetangga seperti Thailand, Malaysia,
Korsel yang sudah bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat krisis moneter, maka perlu dilakukan langkah-langkah
restrukturisasi dan privatisasi BUMN di Indonesia..
.Privatisasi
bukan semata-mata dimaknai sebagi penjualan saham perusahaan BUMN, melainkan
menjadi alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa sasaran
sekaligus, termasuk di dalmnya dalah peningkatan kinerja dan nilai tambah
perusahaan,perbaikan struktur keuangan dan manajemen,penciptaan struktur
industri yag sehat dan kompetitif,pemberdayaan BUMN mampu bersaing dan
berorientasi global,penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan modal
domestik. Dengan dilakukan privatisasi BUMN, bukan bearti kendali atau
kedaultan negara atas BUMN yang bersangkutan menjdi berkurang atau hilang
tetapi negara tetap menjalankan fungsi pengusaan melalui regulasi sektoral.
Dengan kata lain peran negara sebagai pemain seperti dimasa rezim Orde Baru berkuasa sudah dikurangi dan
lebih banyak berperan sebagai regulator.
Namun dalam pelaksanaan privatisasi BUMN
disamping telah berhasil menambal defisit APBN bagi keberlangsungan
pembangunan ekonomi Indonesia,akan tetapi
juga telah menimbulkan banyak pro
dan kontra ditengah-tenagah masyarakat,
termasuk dari pakar hukum dan ketua MPR,Amin Rais..Misalnya Kasus Privatisasi BUMN PT. Indosat,TBK
Disamping itu, sejak Pemerintah menggulirkan UU No. 22 tahun 1999
tentang Otonomi Daerah dan UU No. 25
tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah juga
menambah beban masalah dalam pelaksanaan
privatisasi BUMN.Misalnya keinginan Pemda MemBUMDkan BUMN,pengklaiman
asset-aseet BUMN seperti pelabuhan Pelindo II dan pelabuhan udara Cengkareng di
Propini Banten, sumbangan pihak ketiga kepada BUMN melaui Perda di dalam rangka
meningkatakan PAD/APBDnya guna pembangunan daerah dan masyarakatnya sesuai
semangat era otonomi daerah.
Dengan demikian, pembangunan ekonomi
Indonesia dimasa yang akan datang harus berbeda dari wujud perekonomian
Indonesia sebelum terjadi krisis.Wujud perekonomian yang akan dibangun harus
adil dan merata, mencerminkan peningkatan peran daerah dan pemberdayaan seluruh
rakyat, berdaya saing dengan basis efisiensi, sert mejamin keberlanjutan
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup seiring dengan semangat era
Otonomi Daerah dan globalisasi investasi dan perdagangan bebas.
Dengan kata lain, kebijakan pembangunan
ekonomi Indonesia masa depan khususnya mengenai
privatisasi BUMN disamping harus disesuaikan dengan paradigma baru yang
berkembang yaitu globalisasi ekonomi pasar bebas, dan eforia otonomi
daerah di dalam pembangunana daerah dan
masyarakat, akan tetapi dipihak lain tetap harus setia kepada negara kesatuan Republik Indonesia/NKRI,
dan cita-cita bangsa dan konstitusi kita,UUD 1945.
1.2.Identifikasi
Masalah.
1.
Apa dasar hukum pelaksaan
privatisasi BUMN di Indonesia.
2.
Bagaimana pelaksanaan
privatisasi BUMN di dalam pembangunan
ekonomi di Indonesia.
3.
Bagaimana privatisasi BUMN
dikaitkan dengan Otonomi Daerah.
1.3. Kerangka
Pemikiran.
Kerangka
pemikiran privatisasi BUMN dan Otonomi
Daerah di dalam pembangunan ekonomi di Indonesia antara lain :
1.
Peran Pemerintah sebagai regulator
dan promotor bukan sebagai pemain dan pemilik.
2.
Asas manfaat lebih penting dari
pada asas kepemilikan
3.
Era globalissi., WTO,AFTA dan APEC
4.
Kondis keuangan negara./Defisit
APBN.
5.
Kondisi BUMN.
6.
Kondisi PAD/APBD daerah dalam
rangka pembangunan daerah dan masyarakatnya sesuai semnagat UU No. 22 tahun 1999
tentang Undang-undang Otonomi Daerah dan
UU No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Adapun
dasar hukum privatisasi BUMN dan Otonomi Daerah antra lain sebagai berikut :
1.
UUD 1945.
UUD
1945 Pasal 33.
2.TAP MPR
.
2.1.TAP MPR No. IV/MPR/1999 (Bab.IV Arah kebijakan point B Ekonomi No.28)
2.2.TAP MPR No. X/MPR/2001 tentang Laporan Putusan MPR oleh Lembaga Tinggi
Negara pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001
3.GBHN.
GBHN
Tahun 1994-2004 (Bab IV tentang arah kebijakan point B masalah ekonomi No.28).
4.Undang-undang.
Kitab Undang-undang Hukum
Perdata/BW Pasal 1618 juncto Pasal 15 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Lex
specislist derogat generalis).
UU.No.1/1999 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT).
UU.No.8 tahun 1995 tentan Pasar
Modal.
UU.No.5 tahun 1995 tentang
larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
4.5.UU.No.25
tahun 2000 tentang Propenas thun 200-2004.
4.6.UU.No.19
tahun 2001 tntang Repeta.
4.7.UU
No.19 tahun 2003 tentang BUMN
UU No. 17 tahun 2003 tentang
keuangan negara.
- Peraturan Pemerintah/PP.
-
P.P No. 64 tahun 2001 tentang Pengalihan kedudukan, tugas dan kewenangan Menkeu
pada perusahaan perseroan (persero), Perusahan Umum (Perum) dan Perusahaan
jawatan (Perjan) kepada Meneteri BUMN.
6.Keputusan
Presiden/Kepres.
- Kepres
No. 122 tahun 2001, yang diubah dengan Kepres No. 7 tahun 2002 tentang Kebijkan
privatisasi.
- Keputusan Menteri/Kepmen.
7.1. Kepmen.BUMN No.
35/M.BUMN/2001 tertanggal 27 Nopember 2001 tentang prosedur privatisasi BUMN.
7.2.. Kepmen BUMN
No.Kep-117/M-MBU/2002 tntang Penerapan prinsip Good Corporate Governance pada
BUMN.
7.3. Kepmen BUMN No. Kep.236/MBU2003 tentang Program
kemitraan BUMN dengan Pengusaha Kecil dan program bina lingkungan.
Dengan
demikian upaya privatisasi
perusahaan-perusahaan BUMN khususnya perusahaan BUMN yang kurang sehat
di dalam kerangka Otonomi Daerah, diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
positif dan nilai tambah (capita gain) yang significant bagi pembangunan
ekonomi Indonesia baik dalam
lingkup regional/daerah, nasional maupun
internasional sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
1.4.Metode
Penelitian.
Teknik pengumpulan data di dalam penelitian untuk membuat makalah ini,
meliputi studi literatur kepustakaan, wawancara, internet,makalah seminar,
koran mengeni obyek yang diteliti.Kemudian data-data ini diolah dan disusun
sehingga diharpakan akan dihasilkan kesimpulan yang obyektif.
Bab II. TINJAUAN JURIDIS PRIVATISASI
BUMN DI INDONESIA.
Sebelum
mengambarkan tentang privatisasi BUMN dan pelaksanaannya di Indonesia, ada
baiknya untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud BUMN.Sesuai Instruksi Presiden No.5 tahun 1988 (Inpres
No.5/1988) pengertian BUMN mencakup :
- Badan Usaha yang dimiliki seluruhnya oleh negara.
- Badan Uasaha yang tidak seluruhnya dimiliki negara tetapi statusnya disamakan dengan BUMN, yaitu :
a.
BUMN merupakan patungan antara
Pemerintah dan Pemda.
b.
BUMN mrupakan patungan antara Pemerintah dan BUMN.
c.
BUMN merupakan Badan Uasaha
patungan dengan pihak swasta/asing dimana negara mayoritas (misalnya 51 %).
- Perusahan BUMN yaitu perusaha yang sebagian besar sahamnya (min 51%) atau seluruhnya dimiliki oleh BUMN.
Dalam
perkembangan kebijakan hukum Pemerintah
selanjutnya, yaitu menurut UU
No.19 tahun 2003 tentang BUMN,pengertian BUMN
adalah Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
PP
No.3 tahun 1983 tentang tata cara pembinaan dan pengwasan Perjan,Perum dan
Persero, menetapkan ada 3 (tiga) jenis
BUMN, yaitu :
1.
Perusahaan jawatan/Perjan.,
bersifat “public service”.
2.
Perusahaan umum/Perum, bersifat
“public service” dan sekaligus “profit oriented”.
3.
Perusahaan Perseroan/Persero,
bersifat “profit oriented”.
Pembinaan
terhadap Perjan, Perum dan Presero tersebut diatas dilakukan oleh Menteri yang
membawahi dan bertanggung jawab atas Perjan.Perum dan Prsero tersebut.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 16 (1) dan (2) PP No.3 tahun 1983
tersebut :
Pasal
16 (1).
“
Apabila berdasarkan pengalaman pembinaan beberapa waktu, Menteri menganggap
Direktur Utama Perjan, Direksi Perum, atau Direksi Persero, ataupun salah
seorang anggota Direksi tidak cakup cakap atau ternyata tidak melaksanakan
tugasnya dengan baik atau tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam anggaran
dasar perusahaan, maka sebelum habis masa jabatan pimpinan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 P.P.ini Menteri dapat :
a.
Dalam hal Perjan, mengusulkan
kepada Presiden pemberhentian/pengantian Direktur Utama.
b.
Dalam hal Perum, mengusulkan
kepada Presiden pemberhentian/penggantian seluruh atau salah seorang anggota
Direksi.
c.
Dalam hal Persero, mengusulkan
kepada Meneteri Keuangan pemberhentian/penggantian salah seorang anggota
Direksi.
Pasal
16 (2) :
“
Apabila Menteri Keuangan selaku Rapat Umum Pemegang Saham berpendapat bahwa
seluruh anggota Direksi suatu Persero atau salah seorang anggota Direksinya
atau lebih, setelah menjabat beberapa waktu ternyata tidak cukup cakap atau
ternyata tidak tepat dalam jabatannya ataupun ternyata tidak melaksanakan
tugasnya dengan baik atau tidak melaksnakan ketentuan-ketentuan daam Anggaran
Dasar Perusahaan, maka ia menyampaikan pendapatnya kepeda Meneteri dan meminta agar diusulkan seluruh anggota
Direksi atau salah seorang anggota Direksinya atau lebih, untuk menggantinya
sebelum habis masa jabatannya sebagaiman dimaksud dalam Pasal 17 PP ini.
Dalam perkembangan selanjutnya,
Setiap calon Direktur /Pimpinan BUMN
yang ditujuk Pemerintah harus melalui
“fit and proper test”- uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR.Setiap
Direktur/Pimpinan BUMN harus profesional, accountabilital, kredibel di mata
publik.
Berdasarkan Pasal 1 PP No. 64 tahun 2001
tentang Pengalihan kedudukan tugas dan wewenang Menkeu pada Persero,Perum dan
Perjan kepeda Menteri BUMN menyatakan :
a.
Pemegang saham /RUPS sebagimana yangdiatur dalam PP No.12/1998
tentang Persero/P.T. yang sebagian sahamnya dimiliki negara ;
b.
Wakil pemerintah pada Perum
sebagimana yang diatur dalam PP No.13/1998 tentang Perum; dan
c.
Pembinaan keuangan pada Perjan
sebagimana yang diatur dalam PP.No.6/2000 tentang Perjan, dialihkan kepada
Menteri BUMN.
Pengalihan kedudukan, tugas dan kewenangan
Menkeu sebagiamana yang dimaksud dalam Psal 1 PP No.64 tahun 2001 tidak
meliputi :
a.
Penatausahaan setiap penyertaan
modal Negara berikut perubahannya kedalam Persero/PT dan Perum serta kegiatan
penatausahaan kekayaan negara yang dimanfaatkan Perjan.
b.
Pengusulan setiap penyertaan modal
negara ke dalam Perero/PT dan Perum, serta pemanfaatan kekayaan negara dalam
Perjan
c.
Pendirian Persero,Perum dan
Perjan.
Untuk
hal tersebut, Menteri BUMN melaporkan ke
Menkeu :
a.
Pembubaran BUMN
b.
Penggabungan,Peleburan dan
Pemecahan Pesero
c.
Perencanaan pembagian dan
pnggunaan laba Prsero
d.
Perubahan bentuk hukum BUMN.
Namun
di dalam perkembangan berikutnya, menurut UU No.19 tahun 2003, tentang BUMN,
bentuk Badan Usaha menjadi 2 (dua), yaitu Perum dan Persero.
Dalam
perkembangan keberadaan BUMN sebagian besar berasal dari hasil nasionalisasi
perusahaan Belanda, perkiraan tahun 1957-1963.Hingga tahun 1966 jumlah seluruh
BUMN tercatat sebanyak 822 perusahaan. Lahirnya Orde Baru merupakan tonggak
sejarah perekonomian Indonesia, Pemerintah melakukan pengelolaan,pembinaan dan
pengawasan terhadap BUMN perlu ditertibkan. Melalui Inpres No17 tahun 1967
juncto UU No. 9 tahun 1969, jumlah perusahaannegara yang tadinya 822 diciutkan
menjadi lebih kurang 200perusahaan.Setelah melalui berbagai kebijaksanaan
Pemerintah, BUMN sekarang berjumlah 161 BUMN dengan nilai total assetnya
sebesar 900 triliun rupiah.[5]
Kontribusi BUMN
terhadap perekonomian nasional selama ini antara lain :
2.
Kontribusi finansial (deviden/DPS
dan pajak penghasilan)
3.
Kontribusi terhadap penyediaan barang
dan jasa (penjualan)
4.
Kontribusi terhadap kesempatan
kerja.
5.
Kontribusi sosial berupa tanggung
jawab terhadap usaha pemerataan kesempatan berusaha (Pembinaan usaha kecil dan
Koperasi)
II.1. Dasar Hukum Privatisasi BUMN Di Indonesia
Dasar Hukum Privatisasi BUMN Di
Indonesia antara lain :
2.
UUD 1945.
UUD
1945 Pasal 33.
2.TAP MPR
.
2.3.TAP MPR No. IV/MPR/1999 (Bab.IV Arah kebijakan point B Ekonomi No.28)
2.4.TAP MPR No. X/MPR/2001 tentang Laporan Putusan MPR oleh Lembaga Tinggi
Negara pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001
3.GBHN.
GBHN
Tahun 1994-2004 (Bab IV tentang arah kebijakan point B masalah ekonomi No.28).
4.Undang-undang.
Kitab Undang-undang Hukum
Perdata/BW Pasal 1618 juncto Pasal 15 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Lex
specislist derogat generalis).
UU.No.1/1999 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT).
UU.No.8 tahun 1995 tentan Pasar
Modal.
UU.No.5 tahun 1995 tentang
larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
4.5.UU.No.25
tahun 2000 tentang Propenas thun 200-2004.
4.6.UU.No.19
tahun 2001 tntang Repeta.
4.7.UU
No.19 tahun 2003 tentang BUMN
UU No. 17 tahun 2003 tentang
keuangan negara.
- Peraturan Pemerintah/PP.
P.P
No. 64 tahun 2001 tentang Pengalihan kedudukan, tugas dan kewenangan Menkeu
pada perusahaan perseroan (persero), Perusahan Umum (Perum) dan Perusahaan
jawatan (Perjan) kepada Meneteri BUMN.
6.Keputusan
Presiden/Kepres.
Kepres No.
122 tahun 2001, yang diubah dengan Kepres No. 7 tahun 2002 tentang Kebijkan
privatisasi.
- Keputusan Menteri/Kepmen.
7.1. Kepmen.BUMN No.
35/M.BUMN/2001 tertanggal 27 Nopember 2001 tentang prosedur privatisasi BUMN.
7.2.. Kepmen BUMN
No.Kep-117/M-MBU/2002 tntang Penerapan prinsip Good Corporate Governance pada
BUMN.
7.3. Kepmen BUMN No. Kep.236/MBU2003 tentang Program
kemitraan BUMN dengan Pengusaha Kecil dan program bina lingkungan.
7.Masterplan.
Masterplan 2002-2006.
Bebeberapa
ketentuan yang secara langsung mengatur masalah privatisasi BUMN di Indonesia ,
yaitu Inpres No. 5/1988 dan Keputusan Menkeu No. 740/KMK.00/1989 tertanggal; 28
Juni 1989 (KMK No. 740/1989 dan KMK No.791/1989 dan UU No. 19 tahun 2003
tentang BUMN.
Ada
3 (tiga) pokok pemikiran yang ditetapkn Pemerintah dalam rangka peyehatan dan
pengelolaan BUMN :[6]
1.
Pengembangan lebih lanjut BUMN
yang tergolong sehat sekali atau sehat
2.
Penataan kembali atas BUMN yang
kurang sehat
3.
Penyelesaian atas BUMN yang
tergolong tidak sehat
Bagi BUMN yang
tergolong sehat sekali atau sehat, apabila ingin dikembangkan lebih lanjut
dapat ditempuh :
1.
Melakukan konsolidasi
2.
Penggabungan
3.
Memasyarakatkan saham
4.
Menerima penyertaan langsung
5.
Kerjasama perusahan patungan.
Bagi BUMN yang
tergolong kurang sehat, dapat ditempuh dengan cara : [7]
1.
Melakukan restrukturisasi
permodalan
2.
Penyempuraan/penyederhanaan
struktur organisasi
3.
Konsolidasi/penggabungan, baik
antara BUMN maupun dengn Swasta
4.
Memecahkan Perusahaan mejadi
beberapa BUMN
5.
Mengikutsertakan partisipasi
masyarakat melalui penyertaan langsung, dan
6.
Kontrak manajemen.
Sedangkan bagi BUMN
yang tidak sehat, cara yang ditempuh adalah :[8]
1.
Cara-cara penyehatan yang
diterapkan pada BUMN yang kurang sehat
2.
Dijual
3.
Dlikuidasi
Dalam pekembangan
produk hukum selanjutnya, yaitu menurut
Pasal 78 UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, privatisasi BUMN dilaksanakan dengan cara-cara :
1.
Penjualan saham berdasarkan
ketentuan pasar modal
2.
Penjulan saham secara langsung
kepada investor
3.
Penjualan saham kepada manajemen
dan atau karyawan yang bersangkutan.
II..2.Pengertian
Privatisasi BUMN.
Pengertian privatisasi BUMN
adalah penjualan saham Perseroa, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak
lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan,memperbesar manfaat
bagi negara dan masyarakat serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat,
(Pasal 1 butir 12 UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN).
II.3 Maksud dan
tujuan privatisasi BUMN.
1.
Meningkatkan kepemilikan
masyarakat atas Persero.
2.
Meningkatkan efisiensi dan
produktifitas perusahaan.
3.
Menciptakan struktur keuangan dan
manajemen keuangan yang baik/kuat.
4.
Menciptakan struktur industri yang
sehat dan komptetitif.
5.
Menciptakan Pesero yang berdaya
saing dan berorientasi global.
6.
Menumbuhkan iklim usaha,ekonomi
makro dan kapasitas.
7.
Meningkatkan kinerja dan nilai
tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham
Persero
II..4 Metode
Privatisasi BUMN
Terdapat
berbagai metode privatisasi BUMN yang
dapat dijalan, yaitu[9]
1.
Privatisasi BUMN melalui penawaran
umum perdana di pasar modal atau dikenal
dengan istilah initial public offering (IPO).Cara ini adalah
dengan menjual saham kepada masyarakat umum yang berminat untuk membeli serta
dicatatkan di bursa efek agar pemilik saham dapat memperdagangkannya.
2.
Penjualan saham langsung pada
investor tertentu (Direct Placement). Investor ini dapat berupa investor keuangan,
yaitu pihak yang mewakili dana saja, atau dapat pula merupakan investasi
strategis yaitu investor yang memiliki dana sekaligus bergerak di bidang
industri yang terkait dengan BUMN yang akan diprivatisasi.
3. Menerbitkan obligasi konversi yaitu surat hutang
jangka panjang yang dapat ditukar dengan saham BUMN tersebut.Investor yang
menjadi sasaran dalam penjualan obligasi ini bisa masyarakat umum yang berminat dan investor
tertentu,tergantung pada kondisi ekonomi dan pasar modal.
Dan metode privatisasi BUMN lain yang sedang dikaji kantor
kantor Menteri BUMN antara lain :
1.
Management Buy Out, dimana manajemen BUMN membeli seluruh atau sebagian besar saham BUMN
dari Pemerintah.
2.
Employee Buy Out, dimana seluruh karyawan BUMN bersama-sama dengan manajemen mengambil
alih saham yang dimiliki negara pada BUMN terkait.
3.
Regional Government Buy Out, dimana Pmerintah Daerah membeli saham BUMN dari
Pemerintah Pusat.
BAB. III. Pelaksanaan
Privatisasi BUMN Di Dalam Pembangunan Ekonomi Di Indonesia.
III.1.
Pelaksanaan Privatisasi BUMN Di Dalam Pembangunan Ekonomi Di Indonesia
Pelaksanaan privatisasi BUMN di dalam pembangunan ekonom di Indonesia,
dimulai setelah Pemerintah menerbitkan PP No. 55 tahun 1990 tentang Perusahaan
Perseroan yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal.[10]
PT.Semen
Gresik (Persero) mendapat kesempatan pertama memasuki pasar modal (go public)
pada tanggal 4 juli 1991, setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan,
berdasarkan Keputusan No. 859/KMK.01/1987 tangal 23 Desember 1987 juncto
Keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990 tanggal 4 Desember 1990.
Jumlah saham yang ditawarkan kepada masyarakat 26,9 % atau 40.000.000 lembar
saham dengan nilai nominal Rp 1000 setiap lembarnya dan harga penawaran Rp 7000
setiap lembarnya.Dana dari masyarakat yang berhasil dihimpun dari pasar modal
pada saat go public sebesar 280 milyar Rupiah.Dana tersebut digunakan
untuk memenuhi sebagian biaya pembangunan Pabrik di Tuban yang seluruhnya
berjumlah 644,9 milyar Rupiah.
Selanjutnya,
PT.Semen Gresik (Perero) juga mendapt kesempatan melaksanakan Right Issues
setelah dalam Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham tanggal 20 Juli 1995 para
pemegang saham menyetujui rencana PT Semen Gersik (Persero) menerbitkan
444,864.000 saham baru melalaui penerbitan Right Issue dengan
perbanding 3:1 dan harga penawaran Rp
3.275 setiap saham.Dana masyarakat yang berhsil dihimpun dari pasar modal pada
saat right issue sebesar 1,063 triliun Rupih.Dana tersebut sebesar 74 %
digunakna untuk membiayai pengalihan 100 % saham milik Negara; 5 % digunakan untuk menambah
penyertan modal Perseroan dalam Semen Padang dan 21 % digunakan untuk Proyek
perluasan Tuban II,Tuban III serta
Indarung V.
Berikutnya, penjualan saham PT.Indosat
tahun 1994,Telkom dan Tambah Timah tahun 1995, BNI tahun 1996, Antam tahun
1997.Saham ke enam BUMN tersebut ditwarkan melalui bursa efek Jakarta,
Surabaya,New York dan London.Penjualan saham ini sangat sukses dalam
terminologi pasar modal, dimana sebesar US$ 4,34 miliar berhasil diperoleh dari
penjulan tersebut.Sebanyak 55 % dari hasil penjualan masuk kepada Pemerintah
serta 45 % kepada Perseroan-perseron.
BUMN-BUMN yang
sahamnya dijual Pemerintah antara lain :[11]
- PT.Indo Farma Farmasi ( 100%) 10-49 %
- PT.Wisma Nusantara Hotel (42%) 42 %
- PT. Sucofindo surveyor (95%) 15-29 %
- PT.Sarinah Ritel (100%) sd. 100 %
- PT.Bukit Asam –Pertambangan (100%) 10-35 %
- PT.Bank Mandiri (100%) sd. 35 %
- PT.Indocement (25%) sd.25 %
- PT. Telkom (65%) sd. 11 %
- PT.Pupuk Kaltim (100%) 10-49 %
- PT.Kimia Farma (100%) 10-35 %
- PTPN II Perkebunan (40%) 2—30%
- PT.Krakatau Steel Industri Baja (100%) sd.49 %
- PT.Angkasa Pura II Manajemen (100%) sd. 49 %
- PT.Semen Gresik Industri
- PT.Indosat Industri (65%) sd. 11
- PT Sucofindo Perkebunan (40%) 20-30 %.
Selama keberadaan IMF di Indonesia,
IMF telah memaksakan Indonesia untuk melaksanakan Privatisasi BUMN tersebut
diatas. Beberapa BUMN yang diperintah tersebut termasuk BUMN strategis seperti
PT.Pupuk Kaltim,PT Kimia Farma, PT Telkom,PT.Indosat,PT Angkasa Pura dan PT
Semen Gresik Group. Dari pelaksanan privatisasi BUMN-BUMN tersebut, Pemerintah
menerima tambahan pemasukan dana sebesar rata-rata Rp 6,5 trilun setiap tahun.
III.2. Analisa Pelaksanaan Privatisasi
BUMN : PT.Indosat.,Tbk
Berangkat dari privatisasi
BUMN-BUMN tersebut diatas di dalam rangka pembangunan ekonomi di Indonesia,
maka dibawah ini akan diuraikan analisa 1 (satu) privatisasi BUMN: PT. Indosat,Tbk yang paling
banyak menimbulkan pro dan kontra di dalam masyarakat, termasuk dari para pakar
hukum dan ketua MPR,Amin Rais dari berbagai peraturan per-undangan-undang yang
terkait.[12]
1.UUD 1945.
Mengacu
kepada amanat Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, maka penjualan 41,9 % saham
Indosat kepada STT (Singapore Technologies Telemedia) atau ICL (Indonesia
Communication Limited) yang dilakukan Menteri Negara BUMN,Laksaman Sukardi
telah menghilangkan hak negara (Indonesia) untuk menguasai dan mengendalikan
aset strategis bagi negara.
Hak
negara menguasai dan mengandalikan
aset-set strategis bagi negara
sebagaimana yang dimaksud Pasal 33 UUD 1945, artinya dengan dikuasainya
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak, maka negara memiliki hak untuk mengendalikan kegiatannya..
Pasal 33 (2) UUD
1945 menyatakan :
“Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai negara”.
Pasal 33 (3) UUD
1945 menyatakan :
“Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negra dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Dari
yang tersurat pada pasal 33 (2) dan (3) UUD 1945 tersebut jelas bahwa yang
menjadi tujuan adalah sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun pengertian dikuasai
negara adalah sebagai “alat” untuk
mencapai tujuan tersebut.Dengan demikian dikuasai oleh negra bukan identik
dengan dimiliki secara fisik serta dimanfaatkan secara langsung oleh
negara.Negara dalam hal ini bukan memilki tetpi hanya mengusai saja dan atau
hak mengendalikan cabang-cabang produksi yang penting yang mengusai hajat hidup
orang banyak bagi sebesa-bebsarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia sesuai
peraturan peundang-undangan yang dibuat negara (Pemerintah dan DPR).[13]
2.TAP MPR
No.IV/MPR/1999 tentang GBHN.
Dalam
Bab IV angka 28 TP MPR No.IV/MPR/1999 ditentukan arah kebijakan
ekonomi:”Menyehatkan BUMN atau BUMD terutama yang usahanya berkaitan dengan
kepentingan umum.Bagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan
umum didorong untuk privatisasi melalui pasar modal”.
Dalam kaitannya dengan Indosat, mengingat Indosat merupakan BUMN yang
sehat dan sangat menguntungkan, maka berdasarkan Tap MPR tersebut diatas,
Indosat tidak termasuk BUMN yang boleh diprivatisasi.Oleh karenanya,
privatisasi yang telah dilakukan Pemerintah terhadap Indosat telah melanggar
Tap MPR tersebut diatas.
3. TAP MPR No.
VIII/MPR/200 tentang Laporan Tahunan Lembaga Tinggi Negara.
Berkenaan
dengan laporan Presiden pada sidang Tahunana MPR tahun 2000, MPR telah
menugaskan kepada Presiden, antara lain sebagai berikut : Privatisasi agar
dilakukan secara selektif dan dikonsultasikan dengan DPR.
Konsultasi
yang telah dilakukan Pemerintah, yang diwakili Menteri Negara BUMN berkaitan dengan
privatisasi BUMN baru dilakukan dengan Komisi IX DPR, sebagaimana ternyata dari
Risalah Kesimpulan Komisi IX DPR, Sub Komisi Privatisasi.Sedangkan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum antara Komisi IV
DPR dengan Direksi Indosat, Komisi IV DPR telah meminta Pemerintah untuk
menunda privatisasi.
Komisi IX DPR saja tidak dapat mengatasnamakan lembaga
DPR, kecuali telah diberi kuasa penuh oleh sidang paripurna DPR untuk bertindak
atas nama DPR. Oleh karena itu, untuk urusan konsultasi ini, DPR menyangkal dan
menegaskan bahwa Pemerintah belum berkonsultasi dengan DPR.DPR juga belum
memberikan persetujuan mengenai privatisasi Indosat.
4.UU No. 1/1995
tentang Perseroan Terbatas.
A.Pasal 103 ayat
3 tentang pengambil alihan perseroan.
Pengambil alihan perseroan harus dilakukan
dengan persetujuan RUPS, dimana rencana pengambilalihan perseroan diajukan oleh
Direksi masing-masing Perseroan.
Pertanyaannya.
Apakah pernah dilakukan RUPS dimasing-masing Perseroan untuk membicarakan dan
memberikan persetujuan terhadap rancangan pengambilalihan.
Hanya
ada satu kali RUPS yang dilakukan dalam rangka privatisasi Indosat, yakni RUPS
luar biasa pada tanggal 27 Desember 2002, dengan agenda :
Agenda pertama :
Perusahaan Anggaran Dasar Indosat termasuk untuk mengubah status Indosat mejadi
suatu Perusahaan Penanaman Modal Asing sesuai dengan UURI No./1967 sebagaimana
telah diubah dengan UURI NO. 11/1970.
Agenda kedua:
Perubahan susunan anggota Direksi dan Komisaris Indosat.
Agenda ketiga:
Persetujua prinsip atas rencana penerbitan Program Kepemilikan Saham oleh
Karyawanan (ESOP) Indosat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian dalam daftar Agenda
tersebut diatas tidak terdapat agenda untuk memberikan persetujuan mengenai
Rancangan Pengambil alihan perseroan Indosat oleh STT ataupun ICL.
B. Pasal 104
ayat 1.
Perbuatan hukum
penggabungan,peleburan dan pengambialihan
perseroan harus memperhatikan :
1.
Kepentingan perseroan,pemegang
saham minoritas dan karyawan perseroan, dan
2.
Kepentingan masyarakat dan
persaingan sehat dalam melakukan usaha.
ad.1. Kepentingan perseroan.
Bahwa nilai harga saham Indosat
antara Rp 18.000 – Rp 19.000 per lembar, maka penjualan dengan harga Rp 12.950
per lembar saham terlalu murah sehinga mengakibatkan kerugian Rp 2,19
triliun-Rp 2,63 triliun untuk penjualan sebanyak 434.250.000 lembar.
ad. 2.Kepentingan
pemegang saham minoritas.
Nilai
jual yang rendah yakni hanya Rp 12.950 persaham yang jauh dari nilai
sesungguhnya,sudah barang tentu sangat merugikan pemegang saham publik.Mereka
mengalami penurunan harga.
ad.3. Kepentingan
karyawan perseroan.
Sampai
sat ini gonjang ganjing demonstrasi
karyawan yang menentang dan menolak penjulan saham Indosat masih
berlangsung.Hal ini disebabkan karena kepantingan karyawan tidak diperhatiakn
ad.4. .Kepentingan
masyarakat.
Penjualan
41,9 persen sham Indosat telah menimbulkan reaksi dari dari berbagai
masyarakat. Bahkan Amin Rais,Ketua MPR dan Gus Dur,mantan Presiden RI
melemparkan kritik tajam terhadap pelaksanaan privatisasi Indosat dan terhadap
Meneg BUMN.Banyak pakar juga tidak setuju. Mahasiwa dan elemen masyarakat telah
melancarkan demonstrasi tidak setuju.
C.Pasal 105 ayat
2.
Yang
menentukan “Direksi wajib mengumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian mengenai
rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseron paling lambat 14
(empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS”.
Dalam kenyatan
publik tidak pernah
membaca di surat kabar manapun
ikwal pegumuman
Direksi Indoat mengenai rencana pengambilalihan perseroan sebagaimana
diharuskan oleh pasal 105 ayat 2 UU No.1 tahun 1995.
6. UU.No.8/1995
tentang Pasar Modal.
Pasal 90 menentukan “Dalam perdagangan
efek,setiap pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung :
1.
Menipu atau mengelabuhi pihak lain
dengan menggunakan sarana dana atau cara apapun.
2.
Turut serta menipu atau mengelabui
pihak lain, dan
3.
Membuat pernyataan tidak benar
mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar
pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada
saat pernyatan dibuat dengan maksud utuk menguntungkan atau menghindarkan
kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan untuk
mempengaruhi pihak lain untuk membeli
atau menjual efek”.
Oleh
karena yang diumumkan oleh Pemerintah sebagai pemenang adalah STT sedangkn
berdasarkan Share Purchase Agreement /SPA tertanggal 15 Desember 2002 yang
secara yuridis menjadi pembeli (purchaser) adalah Indonesia Communication
Limited (ICL) yang didirikan pada hukum Mauritius, maka Pemerintah Indonesia
telah melanggar psal 90 UU No.8/1995 tentang
Pasar Modal.
7.UU No.36/1999
tentang Telekomunikasi .
a.Penjelasan
Umum.
Dikemukan” .. hal-hal yang menyangkut
pemanfatan spektrum frekwensi radio dan orbit satelit yang merupakan sumber
daya alam yang terbatas dikuasai oleh negara “.
Dengan berlihnya status pemegang saham
pengendali dari pemerintah RI kepada ICL/STT, maka pelaksaan privatisasi
Indosat tidak sejalan dengan semangat yang dituangkan dalam UU Telekomunikasi,
termasuk Pasal 3, Pasal 4 ayat 1 dan Pasal 7 ayat 2 dari UU Telekomunikasi.
8. UU.No.5 /1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Kepemilikan
saham Indosat dan Telkomsel oleh perusahn Temasek Holding Company/BUMN
Singapura, dengan sendirinya menjadikan Satelindo dan IM3 milik kelompok usaha
mereka. Hal ini jelas bertentang dengan Pasal 28 ayat 2 UU No.5/1999 tentang
larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, termasuk pasal 10
ayat 1 UU No.36/1999 tentang Telekomunikasi..
Menurut
ketentuan pasal ayat 2 UU No.5 /1999.”Pelaku usaha dilarang melakukan pengambil
alihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan usaha persaingan tidak sehat”.
Apakah
Pemegang saham, Direksi dan Komisaris seperti dalam kasus PT.Indosat.Tbk dapat
diminta pertanggung jawaban secara hukum sesuai UUPT.
Prinsip
tangung jawab terbatas (limited liability) pada pemegang saham dalam
UUPT, yaitu berdasarkan Pasal 3 (1) UUPT :
“Pemegang saham
perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat
atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan
melebihi nilai saham yang telah diambilnya”.
Pasal 85 (1) UUPT :
“ Setiap anggota Direksi wjib dengan etikat baik dan
penuh tanggung jawab menjaan tugas utuk kepentingan usaha perseroan”.
Namun prinsip
pertanggung jawba terbats tersebut diatas tidak bersifat absolut karena ada
pengecualiannya yaitu prinsip piercing the corporate veil (menyingkap tabir/cadar
perusahaan).Dalam prinsip piercing the corporate veil ini
dikatakan bahwa tanggung jawab terbatas
pemegang saham(Direksi/Komisaris) dapat menjadi tidak terbatas.[14]
UUPT juga menganut
prinsip piercing the corporate veil ini. Dalam Pasal 3 (2) UUPT menyebutkan :
(2.).Ketentuan
sebagimana yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak berlaku apabila :
a.
Persyratan perseroan sebagai badan
hukum belum atau tidak terpenuhi.
b.
Pemegang saham yang
brsangkutan baik langsung maupun tidak langsung dngan etikat buruk memanfaatkan
perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi.
c.
Pemegang saham yang
bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
perseroan; atau
d.
Pemegng saham yang
bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum
menggunakan kekayaan perseroan mnjadi tidak cukup untuk melunasi hutang
perseran.
Sementara
itu, Direksi dapat dimintakan
pertanggung jawaban sebgaiman dimaksud
dalam Pasal 85 dan 90 UUPT.
Pasal 85 UUPT menyebutkan :
- Setiap anggota Direksi wajib dengan etkat baik dan penuh tanggng jawab menjalan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan
- Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah dan lali menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaiman yang dimaksud dalam ayat (1).
- Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (stu persepuluh) bagian dari junlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mngajukan gugtan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Dirksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan keugian pada perseroan.
Pasal 90 UUPT
(2).Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau
kelalaian Direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian
akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota Dirksi secara tanggung renteng
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
(3).Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa
kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab
secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.
Adapun mengenai
Komisaris dapat dimintakan pertanggungjawabannya sebagaimana diatur dalam Pasal
98 UUPT.
(1). Komisaris wajib dengan etikat baik dan penuh
tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
(2). Atas nama
perseroan pemegang saham yang mewakili paling sdikit 1/10 (satu persepuluh)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan
gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap
Komiris yang terkena kesalahan atau kelalainya menimbulkan kerugian pada
perseroan.
Dengan demikian privatisasi BUMN di Indonsia khususnya
PT.Indosat,Tbk telah menimbulkan banyak pro dan kontra di kalangan
masyarakat antara lain karena “menabrak”
konstitusi UUD 1945 khususnya pasal 33,34 dan pasal 27 UUD 1945 dan peraturan perUndang-undang lainnya serta prinsip-prinsip “good corporate
governance” sebagaiaman yang diatur dalam Kepmen BUMN No.
KEP-117/M-MBU/2002 tentang penerapan praktek good corporate governance pada
BUMN yaitu prinsip transparansi/keterbukaan, accountabilitas/tanggung
jawab dan fairness/kewajaran sebagaimana dimaksud dalam Bab II Pasal
3 Kepmen BUMN tersebut.
a.
Tranparansi/ adalah keterbukaan
dalam melaksankan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukan informasi materiil dan
relevan mengenai perusahaan.
b.
Akuntabilitas adalah kejelasan
fungsi,pelksanaan dan pertanggung jawaban Organ tertingi pengelola perusahaan
secara efektif.
c.
Fairness adalah keadian dan
kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara
itu, apakah UU,PP, Kepres, Inpres,
Kepmen tentang privatisasi BUMN merupakan landasan hukum yang kuat atau
bertentangan dengan semangat Pasal 33 UUD 1945. Ketentuan UUD 1945 bukan
dimaksudkan sebagai ketentuan yang mati, tetapi sbagai ketentuan yang hidup (living
law).Dia berkembang sesuai dengan dinamika masyarakat dan bangsa Indonesia,
termasuk di dalamnya dalam hal memberikan penafsiran ( law as a tool of
social engenering)/ hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat.
Permasalahannya
menyiapkan dan menghaslkan UU bukanlah suatu pekerjaan mudah.Membentuk UU membutuhkan
waktu bertahun-tahun bahkan ada yang puluhan tahun.Sementara kegiatan bisnis
tidak bisa ditunda dan harus segera dilaksanakan.Kurang tepat bila hukum akan
menjadi penghambat bagi kemungkinan dilaksanakankannya transaksi bisnis.
Kebijaksanaan
Ekonomi Nasional ( dalam hal ini privatisasi BUMN) seyogyanya disamping disesuaikan dengan paradigma baru yang
berkembang yaitu globalisasi ekonomi/ekonomi pasar bebas, gar dapat bersaing
dengan plaku asing, akan tetapi dipihak lain juga harus seti dengan cita-cita
bangsa dan arah kontitusi kita UUD 1945.
Oleh karena itu, sistim hukum nasional
(misalnya privatisasi BUMN) itu harus
memuat antara lain :
a.
Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional
kita harus berlandaskan falsafah Pancasila dan UUD 1945.
b.
Kaidah hukum nasional kita harus
menecrminkan trjadinya perubahan dari sistim masyarakat agraris kepada
masyarakat yang lebih indsutrialis/modern.
c.
Sistim hukum nasional kita harus
dapat menjamin dinamika pembaharuan hukum nasional sesuai dengan perkembangan
zaman/ era globalisasi.
Sistim
hukum nasional (misalnya privatisai BUMN) yang merupakan pembangunan hukum (law
development) harus memeuat 4 (empat) fungsi : [15]
1.
Sebagai pemilihara ketertiban dan
keamanan
2.
Sebagai sarana pembangunan
3.
Sebagai saran penegak keadian
4.
Sebagai saran pndidik masyarakat.
Oleh
karena hukum itu bukan mrupakan tujuan, akan tetapi merupakan jembatan yang kan
membawa kit kepad idea yang kita cita-citakan yaitu terwujudnya masyarakat adil
dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1045
Berangkat
dari pmikiran tersebut, masalah pelaksanaan privatisasi BUMN di Indonesia
seyogya masih perlu dikaji lagi agar tidak menimbulkan pro dan kontra
ditengah-tengah masyarakat kita , disamping agar dapat memenuhi tuntatan
paradigma ekonomi global/ekonomi pasar bebas, tetapi juga harus sesuai dengan
semangat tatatan ekonomi nasional bangsa
Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
BAB. IV. PRIVATISASI BUMN DAN OTONOMI DAERAH DALAM
PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA
Sejak
Pemerintah menggulirkan pelaksanaan
Otonomi Daerah, dengan diundangkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang
Otonomi Daerah(UUOTDA) dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan keuagan
Pusat dan Daerah, semua privatisasi BUMN menghadapi masalah tambahan berkaitan
dengan keinginan beberap Pemerintah Daerah untuk mengmbil alih kepemilikan BUMN
di daerahnya dari Pemerintah Pusat.Semua Pemda beranggapan bahwa
pengambilalihan BUMN akan meningkatkan pendapatan bagi daerah-daerah.
Dalam Pasal 7 UU
No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah disebutkan :
1. Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang
Pemerintahan,kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,pertahanan
keamanan,peradilan moneter dan fiskal agama serta kewenangan bidang lain.
2. Kewenangan bidang lain sebagaimana dimaksud dalam
butir 1 diatas, meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan
pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan
keuangan,sistim administrasi negara dan lembaga perekonomian negara,pembinaan
dan pemberdayaan sumber daya manusia,pendayagunaan sumber daya alam serta
teknologi yang strategis,konservasi dan standarisasi nasional
Sementara
itu, dalam Pasal 9 juncto Pasal 11 UUOTDA disebutkan :
Pasal 9
UUOTDA :
1.
Kewenangan provinsi sebagai daerah
otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas
kabupaten dan kota serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya.
2.
Kewenangan propinsi sebagai daerah
otonom termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota.
3.
Kewenagan priopinsi sebagai
wilayah administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang
dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah.
Pasal
11 UUOTDA :
1.
Kewenangan daerah Kabupaten dan
Daerah Kota mencakup semua kewenangan pemerintah selain kewenangan yang
dikecualikan dalam Pasal 7 tersebut dan yang diatur dalam Pasal 9 UUOTDA.
2.
Bidang pemerintah yang wajib
dilaksanakan oleh Daerah Kabuaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan
perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga
kerja.
Selanjutnya
mengenai kewenangan daerah ini, diatur
lebih detail dalam PP No.25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan
kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom
Dalam
Pasal 81 UUOTDA disebutkan bahwa Pemda dapat melakukan peminjaman dana keluar
negeri untuk membayai kegiatan pemerintahannya dengan catatan harus
sepersetujuan Pemerintah Pusat. Sehingga Pemda tidak bisa secara langsung
melakukan peminjaman dana keluar negeri.
Sementara
dalam pasal 3 UU No. 25 tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah menyebutkan bahwa
penerimaan daerah diantaranya pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan,
peminjaman daerah, dan lain penerimaan yang sah.Sumber PAD yang dimaksd dlm
hasil pjak daerah,hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik dan hasil
pegeloaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lain yang
dipisahkan, serta lain PAD yang sah. Dana perimbangan yang menurut pasal 6 UU
No.25 tahun 1999 terdiri dari dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus
(DAK), dan bagi hasil merupakan sumber dana utama pendukung berjalannya proses
otonomi darah di Indonesia Bagi hasil pajak bumi dan bangunan (PHB) 10 %
untuk Pemerintah Pusat sisanya,90 % untuk Daerah ,bea perolahan hak atas tanah
dan bangunan (BPHTB), 20 % untuk Pusat dan 80 % untuk Daerah, dimana hasil
pajak yang diterima Pemerintah Pusat tersebut dibagikan keseluruh Kabupaten dan
Kota serta pajak penghasiln perseorangan (PPH individu).Sementara itu, bagi
hasil yag bukan pajak yang menonjol dalah bagi hasil penerimaan sumberdaya alam
(SDA)-(berupa Izin dan royalt SDA). Penerima SDA dari sektor pertambangan umum
dan perikanan, 20 % untuk Pemerintah Pusat dan 80 % utuk Daerah. Sementara SDA
dari sektor pertambangan minyak bumi dan
gas alam dibagi. Untuk sektor minyak bumi,Pemerintah Pusat menerima 85 %
dan 15 % untuk Daerah. Dan untuk
gas alam 70 % untuk Pemerintah Pusat dan 30 % jatuh ke Daerah.[16]
Bila
dilihat dari pembagian antara Pemerinth Pusat dan Derah tersebut diatas, sebagiamana tertuang
dalam UU No.25 thun 1999 juncto PP 104/2000 tentang dana perimbangan pusat dan
daerah menunjukan belum adanya perhitungan secara rinci pembgian hasil untuk
BUMN di daerah. Hal tersebut dapat
berarti tidak ada kewajiban BUMN untuk memberikan bagian keuntungannya kepada
daerah sebagai sumber penerimaan daerah sesuai dengan UU No. 25/1999.Yang ada
adalah kewajiban membayar pajak dan retribusi seperti para pelaku ekonomi
lainnya di daerah.Dengan dmikian seyogya
tidak perlu terjadi kasus pengklaiman
asset-asset BUMN sebagai milik daerah, seperti yang terjadi pada kasus
Pelabuhan Pelindo II dan Pelabuhan
Cengkareng di wilayah Propinsi Banten melalui Perda. Dan klaim BUMN-BUMN di daerah lainnya mlalui
Perda setempat. [17]
Klaim
Pemda yang baru-baru ini terjadi adalah
Perda Kota Bontang, Samarinda, No
25 tahun 2003 tentang Sumbangan Pihak Ketiga. Berdasarkan Perda ini, PT.Pupuk
Kaltim (BUMN) yang berlokasi disana diwajibakan memberikan sumbangan ke Pemda
setempat sebsar Rp 1000/ zak. Perda ini diberlakukan terhadap semua Perusahaan
termasuk BUMN. Tujuan Perda ini untuk memberikan kontribusi yang lebih besar
bagi APBD karena kontribusi pemberdayaan masyarakat atau “community
development” dikelola sendiri oleh perusahaan. Paling ideal kontribusi pihak ketiga
ini, 50% untuk Kota Bontang dan 50 % untuk Propinsi. Namun Kantor Meneg BUMN
telah membuat surat No.S-549/S.MBU/2003 tertanggal 5 Nopember 2003 yang
tembusannya disampaikan kepada Pemprov dan DPRD Kaltim serta Pemkot Bontang,
yang isinya tidak bisa memenuhi permintaan sumbangan apapun, seperti dalam
perda megenai Sumbangan Pihak Ketiga
kecuali tentang retribusi sesuai UU Otonomi Daerah.[18]
Di dalam pasal 87
ayat 3 UUOTDA diatur bahwa daerah dapat mengadakan kerjasama dengan badan
lain/BUMN yang diatur dengan Keputusan Bersama
Sebagai
perbandingan, Bupati Kutai Timur,
Mahyudin yang telah membeli 18,6 persen saham PT. Kaltim Prima
Coal/KPC(perusahan milik Sangatta Holding da Kalimantan Coal Limited yang
dibeli PT.Bumi Resources,Tbk) senilai 104 juta Dollar AS. Pembelian saham itu sudah disepakati dengan
ditandatangani perjanjian jual beli saham (Sale and Purchase Agreement) di
Sangatta, Kutai Timur,Kaltim. Pembayarannya dengan surat hutang, yang dijamin
konsorsium, yang terdiri bebrapa lembga keuangan.Namun, Mahyudin, tidak mau
menyebut lembaga yang ikut dalam konsorsium tersebut. Seperti diketahui, bahwa
KPC kini dimiliki PT. Bumi Resources,TBk, yang telah menyelesaikan pembelian
saham BP Pls dan Rio Tonto di KPC senilai 500 juta Dollar AS.[19]
Hubungan keuangan Pusat dan Daerah sebagaimana yang
diuraikan tersebut diatas, jelas-jelas bertentangan dengan semangat UU No. 17
tahun 20003 tentang Keuangan Negara.
Pasal 24 UU No. Tahun 2003 tersebut menyatakan
bahwa :
“ Pemerintah dapat
memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah
dari perusahaan negara/daerah”.
Kalau
kita tafsirkan Pasal 24 UU ini
terkandung semangat prinsip timbal balik hubungan keuangan pusat dan
daerah. Hal ini antara lain disebabkan
karena tidak semua daerah di Indonesia memiliki potensi Sumber Daya
Manusia(SDM)/Sumberdaya Alam (SDA) ‘sehebat” Kabupaten Kutai,Kaltim,misalnya di
dalam Membangun daerah dan Masyarakat di daerahnya . Bagaimana mungkin
daerah-daerah miskin/”tertindas” SDM/SDA
di era sistim Pemerintahan yang “centralilistis” dan otoriter di era
rezim Orde baru berkuasa, dapat membangun daerahnya agar dapat duduk sejajar/
mengejar ketinggalannya dengan daerah lain yang sudah maju seperti beberapa
daerah di pulau Jawa khususnya Propinsi DKI, apabila Pemerintah Pusat/Daerah
lain yang sudah maju SDM/SDAnya tidak saling memberikan bantuan keuangan bagi
Pembangunan Daerah-daerah yang tertinggal/tertindas tersebut.Implikasinya
antara lain dapat menimbukan ketidakadilan/diskriminasi/kecemburuan
sosial/kesenjangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan Daerah-daerah
maju dan daerah-daerah yang belum maju/miskin/masih terbelakang di
Indonesia ini. Dan ujung-ujungnya , dapat meimbulkan disintegrasi bangsa ini.
Oleh karena itu, seyogyanya Pemerintah Pusat di dalam kerangka semangat UU.OTDA dan UU Perimbangan keuangan
Pusat dan Daerah, tidak “setengah hati” dan kontradiktif di dalam
pelaksanaannya karena sudah bukan zamannya
kebijakan seperti itu diterapkan di era reformasi dan globaliasi ini.
Sehubungan
dengan persoalan tersebut, perlu dicari solusi agar keberadaan BUMN di daerah
didukung oleh iklim berusaha yang kondusif untuk menjadikan BUMN yang sehat dan
berkembang. Misalnya Pemerintah Daerah dapat membeli saham milik BUMN.Atau
melalui BUMD/Perusahan Daerah, Pemerintah Daerah dapat melakukan
kerjasama/kemitraan dengan BUMN atau Pemda dapat membeli saham milik
BUMN.Sehingga dapat terjadi sinergi yang saling menguntungkan antara BUMN dan
BUMD dalam memberikan kontribusinya kepada APBN/PBD.
Oleh
karena itu, keberadan BUMN di daerah harus diperjelas hak dan kewajibannya
terhadap daerah.Karena jika tidak, maka timbul kebingungan bagi pemerintah
daerah juga BUMN di daerah.Disamping itu, perlu dipahami daerah bahwa konsep
otonomi daerah tidak semata-mata secara mutlak memiliki kebebasan ata
kemrdekaan yang sepenuhnya, akan tetapi adanya suatu pembagian kewenangan yang
diatur melalui UU.Interpretasi Pemda atas hak terhadap keberadaan BUMN kurang
mengarah pada fungsinya sebagai sumber PAD, sehinga seolah-olah kurang
bermanfaat.Hal inlah yang semestinya diperhatian oleh Pmerintah, baik pusat dan
daerah.
Upaya
Pemda saat ini untuk turut campur dalam pengeloaan BUMN khususnya BUMN yang ada
di daerah dapat berpengaruh terhadap prospek penerimaan laba BUMN di masa
mendatang.Intervensi Pemda tersebut sangat bervariasi dari mulai keinginan
membeli saham BUMN(meskipun saham kosong), bagi hasil penerimaan, bagi hasil
keuntungan,penolakan terhadap pemilikan saham asing,pungutan khusus untuk BUMN
dan lain-lain. Bahkan ada beberapa kasus dimana daerah meminta BUMN di
daerahnya untuk di BUMDkan.Itervensi ini ternyata dialami oleh BUMN yang
sifatnya nasional seperti Telkom,Indosat,Pertamina dan PLN.Berkaitan dengan
BUMN, yang mengelola kawasan juga diintervensi Pemda. .Banyak daerah
menginginkan bagian lebih besar atau bahkan kepemilikan penuh dari sarana
seperti pelabuhan,bandar udara,komplek olah raga, kawasan berikat dan lainnya.
Kondisi
seperti ini merupakan eforia otonomi daerah yang kebablasan guna
memperoleh PAD/APBD bagi pembangunan
daerah, yang dimasa rezim Orde Baru berkuasa dianak tirikan karena sistim
pemerintaha yang saat itu terlalu
sentralistis dan otoriter. Seyogyanya eforia Otonomi daerah tersebut
harus dalam bingkai negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) sesuai semangat desentralisasi sebagiamana yang diatur dalam
Pasal 1 (e) UUOTDA yaitu penyerahan kewenangan Pemerintah kepada Daerah dalam
kerangka NKRI dan tidak menimbulkan “tumpang tindih”/benturan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi sehingga menyebakan Pemerintah perlu
merevisi UUOTDA dalam rangka kepastian
hukum. Sebaliknya Pemerintah Pusat juga jangan “setengah hati” di dalam
memberikan kewenagan Otonomi daerah kepada Pemerintah Daerah sesuai semangat
UUOTDA.
Berdasarkan
Pasal 84 UUOTDA, daerah dapat membentuk BUMD sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan pembentukannnya diatur dengan Perda. Sebagai
perbandingan, Pemda Tangerang telah mengeluarkan Perda No. 17 tahun 2000
tentang kerjasama Pemda dengan Badan Usaha Swasta dalam rangka meningkatkan
pendapatan PAD/APBDnya Dengan demikian tidak perlu daerah memBUMDkan BUMN-BUMN
yang ada di daerah.
Bab.V. KESIMPULAN
DAN SARAN.
A.KESIMPULAN.
1.Privatisasi BUMN
di Indonesia secara yuridis sudah didukung oleh perangkat hukum baik
dalam bentuk Tap MPR.GBHN maupun dalam
bentuk UU dan peraturan pelaksana lainnya.
2..Di dalam pelaksanaan BUMN disamping
telah berhasil menambal defisit APBN bagi pembangunan ekonomi Indonesia,
kontradiktif hubungan keuangan antara
pusat dan daerah sebgaimana yang diatur dengan UU No.25 tahun 1999 dan UU No.
17 tahun 2003 tentang keuangan negara,termasuk
PeraturanPerda/Perda dengan Peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi (“overlapping”), tetapi juga
telah menimbulkan pro dan kontra ditengah-tengah masyakat, termasuk dari pakar
hukum dan ketua MPR,Amin Rais karena “menabrak” perangkat perUndang-undangan
yang berlaku serta menimbulkan banyak pengangguran baru/PHK Massal. Contohnya.
kasus privatisasi BUMN, pada PT.Indosat,Tbk.
3. Pelaksanaan Privatisasi BUMN di dalam
kerangka otonomi daerah telah menimbulkan banyak masalah berkaitan dengan
keinginan Pemerintah Daerah untuk mengambil alih kepemilikan BUMN di daerah
sesuai dengan digulirkan UU.No. 22 tahun
1999 tentang Otonomi Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan pusat dan daerah melalui Peraturan Daerah/Perda di dalam rangka
meningkatkan PAD/APBD daerah bagi kepentingan pembangunan ekonomi daerah
di daerah Propinsi, Kabupaten dan
Kota serta untuk kesejahteraan masyarakat di daerah sesuai semangat otonomi
daerah. Sehingga banyak lahir PeraturanPerda/Perda yang dikeluarkan Pemerintah
Daerah bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
(“overlapping”),
B.SARAN
1. Pemerintah Pusat seyogyanya melakukan sosialisasi terlebih dulu kepada
Pemerintah Daerah dan Masyarakat serta instansi terkait sebelum melakukan privitasisi BUMN, sehingga
dapat diciptakan kesamaan persepsi
mengenai privatisasi BUMN.
2.
Privatisasi BUMN seyogyanya
dilakukan berdasarkan semangat
Pancasila,UUD 1945 serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku.Misalnya untuk perusahaan BUMN
yang strategis dan sehat, dominasi saham Indonesia harus lebih banyak, minimal
51 % dari pada mitra asing/swasta.Atau setelah 10 tahun BUMN tersebut
beroperasi, dominasi saham harus beralih ke pihak Indonesia, sehingga Indonesia
dapat mengendalikan perusahan BUMN tersebut.Dan ketentuan seperti ini, pernah
diberlakukan pada Perusahaan PT.PMA dimasa lalu, sebelum pihak asing sekarang
ini bisa memilik saham 100 %. Di Perusahaan PT.PMA.
3.
Institusi hukum dan penegakan
hukum harus kuat di dalam pelaksanaan privatisasi BUMN
4.
Praktek-praktek
KKN/Korupsi didalam pelaksanaan
privatisasi BUMN seyogyanya diberantas dan dihukum berat bagi pelakunya yang terbukti
melakukan tindak pidana KKN/Korupsi yang merugikan keuangan negara/ rakyat
(misalnya dihukum mati seperti di RRC / Korsel) tanpa mengenal pengakt,
kedudukan dan jabatan (equal before the law) meskipun langit akan
runtuh.
5. Privatisasi BUMN seyogyanya dilakukan
menurut prinsip-prinsip “good corporate governance” yaitu secara
transparan / keterbukaan, accountabilitas/bertanggung jawab dan fairness/ adil
dan hasilnya ditujukan semata-mata untuk kesejahteraan masyarakat. Dan bukan
hanya untuk menambal defisit APBN dan di KKN.
6. Privatisasi BUMN yang dijual seyogyanya yang tidak sehat/jelek, yang
mendapatkan nilai tambah (“capital gain”) dan menciptakan lapangan kerja.
7. Semangat kemitraan antara
Pemerintah Pusat dan Pemda perlu digalakan dalam melaksanakan pengelolaan dan
pengawasan BUMN.
DAFTAR KEPUSTAKAAN.
A.Buku.
Barisan Penyelamat Aset Bangsa, Kejahatan Terhadap
Aset Bangsa,Kasus Divestasi Indosat,Jakarta,June 2003.
Chatamarrasjid,
Menyingkap tabir perseroan (piercing the corporate veil) kapita selkta hukum
perusahaan, PT.Citra Aditya Bakti,Bandung, 2000.
.Hartono,Sunaryati Hukum Ekonomi Pembangunan
Indonesia, Bina Cipta,Bandung, 1988
.
__________________, Politik Hukum Menuju Sistim Hukum
Nasional, Alumni,Bandung, 1991.
.Kusumaatmadja,Muchtar Konsep-konsep Hukum Dalam
Pembangunan,Alumni,Bandung,Juli 2002
B.Makalah
- .Sunaryati Hartono.Upaya Menyusun Sistim Ekonomi Indonesia Pasca Tahun 2003,BPHN,Denpasar,14-18 Juli 2003.
- Felix O. Soebagjo,(Praktisi Hukum), Privatisasi BUMN Dan Kekayaan Negara Lainnya, Pandangan Dari Sudut Hukum, FHUI,BPK dan Depkeu, Auditorium Bank Exim, Jakarta, 14-15 Mei 1996.
- J.B.Sumarlin/Ka.BPK,Pokok-pokok Sambutan Tentang Privatisasi BUMN Dan Kekayaan Negara Lainnya, FHUI,BPK dan Depkeu,Auditorium Bank Exim,Jakarta, 14-15 Mei 1996
- Urip Timuryono (PT.Semen Gersik), Segi-segi Praktek Privatisasi BUMN, FHUI,BPK, Depkeu,Auditorium Bank Exim,Jakarta, 14-15 Mei 1996.
- Barcelius Ruru(Dirjen Pembinaan BUMN), Seminar Privatisasi BUMN dan Kekyaan Negara Lainnya, FHUI,BPK,Depkeu,Auditorium Bank Exim,Jakarta 14-15 Mei 1996.
- Mahmudin Yasin(Deputi Bidang Restrukturisasi dan Privatisasi BUMN),Privatisasi BUMN: Perkembangan Dan Kendala, BUMN Expo 2003, Jakarta Convention Centre/JCC, Jakarta, 17-21 September 2003.
- Revrison Baswir,Bahaya Privatisasi BUMN, Seminar Nasional:Tinjauan Kritis Terhadap Kebijakan Privatisasi BUMN, BEMUNPAD,Aula Graha Sanusi Hardjadinata,Unpad,Bandung, 8 Nopember 2003.
- Teras Narang,(Ka.Komisi II DPR), Otonomi Daerah : Tantangan dan Peluang BUMN, BUMN Expo 2003,JCC,Jakarta 17-21 September 2003.
C. Per-Undang-undangan.
1.
Himpunan Peraturan
Perundang-undanagn BUMN, UU No. 19 tahun 2003,Fokusmedia,Jakarta,Juli 2003.
2.
Tap MPR No.IV/MPR/1999-2004
tentang GBHN.
3.
UU.No.25/200 tentang Propenas.
4.
UU. Otonomi Daerah 1999 (UU
NO.22,25 dan 28 –1999) dan juklaknya 2001,Citra Umbara,Februari 2001.
D. Sumber-sumber lain.
1. Internet.
Mahmudin Yasin,Privatisasi:Antara
Kepentingan Pemerintah,Investor Dan Publik, Http//WWW.BUMNR@YAHOO.COM.
2. .Koran.
1.
Kompas, 16 Oktober 2003
2.
Kompas, 4 Desember 2003
3.
Kompas, 5 Desember 2003.
*) Pemerhati Hukum Bisnis/Bisnis
internasional
[1] Barcelius Ruru,Privatisasi BUMN, Makalah Seminar Privatisasi BUMN dan
Kekayaan Negara Lainnya,FHUI,BPK,Depkeu,Auditorium Bank Exim,Jakarta, 14-15 Mei
1999, hal 10-14 dan Sambutan Rektor Unpad Pada Seminar Nasional :Tinjauan
Kritis Terhadap Kebijakan Privatisasi BUMN di
Indonesia,BEMUNPAD, Aula Graha Sanusi Hardjadinata,Unpad Bandung, 8
Nopemebr 2003.
[2] Revrison Baswir, Bahaya Privatisasi BUMN, Makalah Seminar
Nasional:Tinjauan Kritis Terhadap Kebijakan Privatisasi BUMN di
Indonesia,BEMUPNAD,Aula Graha Sanusihardjadinata,Unpad,Bandung,8 Nopemebr 2003.
[3] Muchtar Kusumaatmadja,Konsep-konsep Hukum Dalam
Pembangunan,Alumni,Bandung, 3 Juli 2003, hal V , 35 dan Sunaryati Hartono,
Politik Hukum Menuju Sistim Hukum Nasional,Alumni,Bandung,1991,hal 53 dan 96.
[4] Penjelasan Atas UU.No.19 tahun 2003 tentang BUMN,Fokusmedia,Bandung,Juli
2003,hal 38.
[5] Barcelius Ruru.Op cit, hal 2
dan 3, dan Mahmuddin Yasin, Privatisasi
BUMN::Perkembangan dan kendala,BUMN Expo 2003, Jakarta Convention
Centre,Jakarta 17-21 September 2003, hal 2
[6] Felix O.Soebagjo, Privatisasi dan keyaan negara lainnya pandangan dari
sudut hukum, Makalah Seminar privatisasi BUMN dan keyaaan negara
lainnya,FHUI,BPK dan Depkeu,Auditorium Bank Exim,Jakarta, 14-15 Mei 1996, hal
[7] ibid
[8] ibid
[9] Mahmuddin Yasin, Privatisasi:Antara Kpentingan Pemerintah,Investor dan
Publik, Http//www.BUMNRI2yahoo.com, hal 5-6.
[10] Ir.Urip Timuyono,Segi-segi praktek privatisasi BUMN, makalah seminar
privatisasi BUMN dan kekayaan negara lainnya,FHUI,BPK dan Depku, Auditorium
Bank Exim,Jakarta, 14-14 Mi 1996 hal 1-2.
[11] Revrison Baswir. Op. cit hal 3
[12] Barisan penyelamat aset bangsa,Kejahatan terhadap aset bangsa,kasus
divestasi Indosat, Jakarta, June, 2003
hal 104-114
[13] JB Sumarlin,Pokok-pokok sambutan tentang privatisasi BUMN dan kekyaan
negara lainnya,FHUI,BPK dan Depkeu, Auditorium Bank Exim,Jakarta, 14-15
Mei 1996, hal 7-8
[14] Dr.Chatamarrasjid,SH,MH, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing the Corporate Veil)
Kapita Selkta Hukum Perusahaan, PT.Citra Aditya Bakti,Bandung,2000, hal 2-7
[15] Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia,Bina
Cipta,Bandung, 1988, hal 34.
[16] Teras narang, Otonomi Daerah: Tantangan dan peluang BUMN, Makalah
seminar BUMN Expo 2003, Jakarta Convention Centre, Jakarta, 17-21 September
2003, hal 6
[17] ibid
[18] Kompas 4 Desember 2003 dan Kompas 5 Desember 2003
[19] Kompas 16 Oktober 2003
1 komentar:
What is a roulette table for US poker - Dr.MCD
The casino floor 당진 출장샵 is very large. It's a perfect place to get 화성 출장안마 your hands on blackjack games. Players will come 거제 출장샵 in all 포항 출장샵 of the suits with the 바카라 사이트 가입 쿠폰 most
Posting Komentar