1/30/2013

MASALAH HUKUM KEPEMILIKAN SATUAN RUSUN


OPINI :
Masalah Hukum Kepemilikan  Satuan Rumah Susun
  Di dalam Kerangka Hukum Benda Tanah
Oleh : M. Rizal Alif  SH MH*)
  1. Latar Belakang Permasalahan.

          Visi dan misi  Presiden Sby  dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah ( 2004-2009) salah satunya adalah percepatan pembangunan infrastruktur, ternasuk di dalamnya  pembangunan Rumah Susun/Satuan Rumah Susun/SRS  guna memenuhi kebutuhan masyarakatnya akan papan yang layak dan dalam lingkungan yang sehat di wilayah perkotaan.
          Diperkirakan sekitar 50 % penduduk Indonesia dalam tahun 2020 akan bertempat tinggal di daerah perkotaan dengan jumlah  kurang lebih sekitar 100-120 juta jiwa. Sementara lahan di  kota –kota besar semakin langka karena Tuhan tidak pernah menambah lahan  kota lagi dan jumlah arus urbanisasi ke kota  akan semakin meningkat tajam. Oleh karena itu, agar tidak menimbulkan “ conflict of interest” atas kepemilikan satun rumah susun , maka   perlu reformasi  hukum  pertanahan  dan rumah susun.

     UUPA (UU  No. 5 tahun 1960) menentukan dalam  Pasal 5nya, bahwa hukum agraria nasional  ialah  hukum adat. Salah satu asas hukum adat yang merupakan ciri hukum adat adalah penerapan asas  pemisahan horizontal dalam hukum tanahnya. Dianutnya asas pelekatan vertikal di dalam pembangunan Rumah Susun/SRS dalam UU No.  16 tahun 1985 (sudah di cabut dan diganti dengan UU  No. 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun)  dengan sistem kondominium  khususnya tentang  aspek Hak Milik Satuan Rumah Susun/HMSRS  di dalam kerangka hukum benda tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 UURS menyebabkan segala perbuatan hukum terhadap HMSRS  baik secara normatif maupun empiris  menjadi tidak konsisten dengan semangat asas pemisahan horizontal tersebut.
     Hal tersebut di atas dapat  menimbulkan  permasalahan   terhadap aspek kepemilikan hak atas tanah pada SRS.  HMSRS ditempatkan sebagai obyek pendaftaran tanah ( land registered- Certificated )  sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PP No 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan  dalam prakteknya, perbankan sulit menerima agunan HMSRS dengan menggunakan konsep strata title. Untuk mengkaji permasalahan ini, maka Penulis telah melakukan penelitian  hukum normatif yang ditunjang oleh penelitian lapangan..
     Hasil penelitian Penulis atas permasalahan tersebut di atas, mengungkapkan,  apabila asas pemisahan horizontal yang memisahkan tanah dan bangunan diterapkan di dalam bangunan rumah susun , maka  akan menimbulkan permasalahan bagi pembeli Satuan Rumah Susun/SRS  atau unit-unit  dari strata title dari Rumah Susun. Apakah selain menjadi pemilik dari unit SRS/unit strata title tersebut,  ia juga akan menjadi pemilik dari bidang tanah yang di atasnya dibangun Rumah Susun. Kesangsian calon pembeli unit SRS menjadi masalah bagi Developer/Pengembang karena dapat mengurangi minat masyarakat untuk membeli unit SRS.


B. Solusi  Permasalahan
     Agar aspek kepemilikan hak atas tanah pada SRS tetap konsisten dengan semangat azas pemisahan horizontal  seperti  Pasal; 6  UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (sudah dicabut dan diganti dengan UU No.11  Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman) ,  maka  UURS harus konsisten  dengan Sistem Strata Title seperti yang di anut negara bagian New South Wales, ,Australia atau Singapura yang lebih memungkinan adanya pemilikan bersama secara horizontal disamping pemilikan secara vertical.Dan  atau kembali kepada penerapan asas pelekatan  vertikal (Pasal 571 KUHPerdata)  khususnya untuk wilayah  di kota-kota besar yang tanahnya semakin langka seperti Ibu Kota Negara, Jakarta yang diperkirakan pada tahun 2013 akan kesulitan mencari lahan untuk membangun perumahan landed house atau vertikal seperti Rumah Susun atau dengan sistem land management/ land banking/land advance acqusition atau sistem sewa tanpa batas waktu   (leasehold).
        Dengan ditempatkannya  HMSRS sebagai obyek pendaftaran tanah menyebabkan SRS menjadi tidak jelas pemilikan atas tanahnya, sehingga dapat menimbulkan sengketa atau conflict of interest dari para pemilik SRS.
         Kedepan perlu adanya pemisahan sertifikat tanah dan bangunan SRS termasuk PBBnya dalam pembangunan Rumah Susun dengan konsep strata title seperti di Negara bagian Australia dan Singapura tersebut di atas. Namun dalam  prakteknya di  perbankan  sulit untuk menerima agunan HMSRS dengan konsep strata title tersebut , karena belum adanya  peraturan perundang-undangan yang mengaturnya  sehingga beresiko bagi pihak Bank/Kreditur. Denga demkian kedepannya, perlu ada reformasi   peraturan perundang-undangan HMSRS dengan menggunakan konsep strata title dengan didahului dengan reformasi ndang-undang Pertanahan (UUPA) sebagai induknya  khususnya di dalam rangka lebih menjamin kepastian hukum para pelaku bisnis/investor / pemangku kepentingan atau stake holder disektor pengembangan lahan, property/ real estate  di Indonesia  di era otonomi daerah dan globalisasi perdagangan dan investasi asing yang terjadi sekarang ini..
c.  Penutup.
     Dari urain tersebut di atas, maka kedepan  konsep asas pemisahan horizontal akan banyak memecahkan dan atau mencegah timbulnya masalah “ conflict of interest  dan  perselisihan hukum antara para pemilik SRS / unit-unit  strata title dari Rumah Susun.

*) KonsultanHukum/Solicitor of  Busines Law/Alumnus FHUI  tahun 1987 & FH-UNPAD. 2003./Peneliti Pengembangan Hukum Bisnis.

0 komentar:

Posting Komentar